Thursday, December 23, 2010

MAKALAH PENGANTAR KURIKULUM ( KURIKULUM HUMANISTIK )

Konsep Dasar

Kurikulum humanistic dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistic. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu John dewey (Progressive education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyuluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi social dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai dan lai-lain).
Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama dipegang oleh guru. Pendidikan humanistic menekankan peranan siswa. Pendidikan merupakan suatu uapaya untuk mencipatakan situasi yang permisif, rilks, akrab. Berkat situasi tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Menurut Mc Neil “The new humanists are self actualizers who see curriculum as a liberating process that can meet the need for growth and personal integrity . Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri.
Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Ada beberapa aliran yang termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan konfluen, kritikisme radikal, dan mistikisme modern.
Pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi, individu harus merespons secara utuh (baik segi fikiran, perasaan, maupun tindakan), terhadap kesatuan yang menyuluruh dari lingkungan.
Kritikisme radikal bersumebr dari aliran naturalisme atau romantisme Rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya. Pendidikan merupakan upaya untuk menciptakan situasi yang memungkinkan anak berkembang optimal. Pendidik adalah ibarat petani yang berusaha menciptakan tanha yang gembur, air dan udara yang cukup, terhindar dari brebagai hama, untuk tumbuhnya tanaman yang penuh dengan berbagai potensi. Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan rangsangan untuk berkembang.
Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity training, yoga, meditasi, dan sebagainya.

Kurikulum Konfluen
Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen, yang ingin menyatukan segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi kognitif (kemampuan inetelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung segi afektif. Menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan, dan nilai yang harus dimiliki murid-murid. Kurikulum hendaknya mempersiapkan berbagai alternative yang dapat dipilih murid-murid dalamproses bersikap, berperasaan, dan memberi pertimbangan nilai. Murid-murid hendaknya diajak untuk menyatakan pilihan dan mempertanggung-jawabkan sikap-sikap, perasan-perasaan, dan pertimbangan-pertimbangan nilai yang dipilihnya.

Beberapa ciri kurikulum konfluen
Kurikulum kofluen mempunyai beberapa cirri utama yaitu :
a. Partisipasi. Kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam belajar. Kegiatan belajar adalah belajar bersama, melalui berbagai bentuk aktivitas kelompok. Melalui partisipasi dalam kegiatan bersama, murid-murid dapat mengadakan perundingan, persetujuan, pertukaran kemampuan, bertanggung jawab bersama, dan lain-lain. Ini menunjukkan cirri yang non otoriter dari pendidikan konfluen.
b. Integrasi. Melalui partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok tejadi interaksi, interpenetrasi, dan integrasi dari pemikiran, perasaan, dan juga tindakan.
c. Relevansi. Isi pendidikan relevan dengan kebutuhan, minta dan kehidupan murid karena diambil dari dunia murid oleh murid sendiri. Hal demikian sudah tentu akan lebih berarti bagi murid baik secara intelektual maupun emosional.
d. Pribadi anak. Pendidikan ini memberi tempat utama pada pribadi anak. Pendidikan adalah pengembangan pribadi, pengaktualisasian segala potensi pribadi anak secara utuh.
e. Tujuan. Pendidikan ini bertujuan mengembangkan pribadi yang utuh, yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara menyeluruh.

Dasar dari kurikulum konfluen adalah Psikologi Gestalt yang menekankan keutuhan, kesatuan, keseluruhan. Teori yang mendukung pandangan ini adalah Eksistensialisme yang memusatkan perhatiannya pada apa yang terjadi sekarang di tempat ini.
Prinsip pengajarannya menerapkan prinsip terapi Gestalt, yang menekankan keterbukaan, kesadaran, keunikan, dan tanggung jawab pribadi. Hal-hal di atas sangat essensial dalam perkembangan individu yang sehat, yang matang. Pengajaran lebih menekankan kepada tanggung jawab pribadi dari pada kompetisi. Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pengejaran knfluen. Melalui latihan kesadaran/kepekaan perkembangan yang sehat akan tercapai, karena dengan cara itu ia lebih sadar akan eksistensinya dan kemungkinannya untuk berkembang.
Kurikulum konfluen menyatukan pengetahuan objektif dan subjektif, berhubungan dengan kehidupan siswa dan bermanfaat baik bagi individu maupun masyarakat. Hal itu sesuai dengan konsep Gestalt bahwa sesuatu itu dikatakan berarti apabila bermanfaat bagi keseluruhan. Pendidikan konfluen sangat mengutamakan kesatuan dari keseluruhan.

Metode-metode belajar konfluen
Para pengembang kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk berbagai bidang pengajaran. Kurikulum tersebut mencakup tujuan, topik-topik yang akan dipelajari, alat-alat pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga telah tersusun dalam bentuk rencana-rencana pelajaran, unit-unit pelajaran yang telah di ujicobakan. Kebanyakan bahan tersebut diajarkan dengan teknik afektif. George Issac Brown telah memberikan sekitar 40 macam teknik pengajaran konfluen, diantaranya dyads yang merupakan latihan komunikasi afektif antara dua orang, fantasy body trips merupakan pemahaman tentang badan dan diri individu, rituals yaitu suatu kegiatan untuk menciptakan kebiasaan, kegiatan atau ritual baru.
Berbeda dengan pengembangan kurikulum yang lain, para penyusun kurikulum konfluen tidak menuntut para guru melaksanakan pengajaran seperti yang mereka kerjakan. Mereka mengharapkan setiap guru mengembangkan kreasi sendiri. Dalam menciptakan kreasi ini, yang terpenting mereka memahami tujuan dan kegunaan kegiatan yang mereka ciptakan.
Dalam memilih kegiatan belajar beberapa cara yang dapat ditempuh. Pertama, mengidentifikasi tema-tema atau topik-topik yang mengandung self judgment. Untuk setiap tema atau topic hendaknya dipilih prosedur atau bentuk-bentuk kegiatan atau teknik yang sesuai. Kedua, materi diasajikan dalam bentuk yang belum selesai (open ended), tema atau issue-issue diharapkan muncul secara spontan dari prosedur serta perlengkapan pengajaran yang ada. Cara yang kedua ini menuntut keterbukaan dari siswa tetapi juga guru perlu mengusahakan kerahasiaan.
Pengajaran humanistic memfokuskan proses aktualisasi diri (self actualization). Setiap orang mempunyai self (aku=diri) yang tidak selalu disadari, tersembunyi atau tertutup. Aku atau diri perlu dibuka, atau dibangunkan melalui pendidikan.
Kurikulum perlu merencanakan program untuk membantu para siswa menemukan dan menampakkkan dirinya. Kurikulum humanistic dapat membantu mereka memperlancar proses aktualisasi diri ini. Melalui berbagai kegiatan pengajaran model humanistic para siswa dapat menyatakan diri, berekspresi, bereksperimen, berbuat, memperoleh umpan balik dan menemukan dirinya. Menurut Abraham maslow kita adapat belajar lebih banyak tentang diri kita melalui pengujian respon-respon menuju puncak pengalaman (peak experiences). Puncak pengalaman adalah pengalaman-pengalaman yang membangkitkan rasa sayang, benci, cemas, duka, senang dsb. Menurut Maslow puncak pengalaman ini merupakan awal dan juga akhir dari pendidikan.
Menurut Philip H. Phenix kurikulum harus dapat mengembangkan kesadaran dan mendorong kreativitas murid-murid. Bagi Phenix kesadaran merupakan kunci pengembangan diri dalam membina hubungan dan penyesuaian diri dengan orang lain, kelompok, budaya, dan lain-lain.

Karateristik kurikulum humanistic
Kurikulum humanistic mempunyai beberapa karateristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi, isi, dan evaluasi. Menurut para humanis, kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman (pengetahuan) berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Bagi mereka tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integirtas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semua itu merupakan bagian dari cita-cita perkembangan manusia yang teraaktualisasi (self actualizing person). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek kognitif, estetika, maupun moral. Seorang dapat bekerja baik bila memiliki karakter yang baik pula.
Kurikulum humanistic menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan murid, juga mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan materi yang menarik dan menciptakan situasi yang yang memperlancar proses belajar. Guru harus memberikan dorongan kepada murid atas dasar saling percaya. Peran mengajar bukan saja dilakukan oleh guru tetapi juga oleh murid. Guru tidak memaksakan sesuatu yang tidak disenangi murid.
Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum humanistic menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan.kurikulum humanistic juga menekankan keseluruhan. Kurikulum harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Kurikulum ini ini kurang menekankan sekuens, karena dengan sekuens murid-murid kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya. Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
b. Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Didalamnya tercakup topik-topik , bahan ajar serta kegiatan belajar yang akan membantu siswa dalam merumuskan apa yang ingin mereka pelajari. Kegiatan yang diuatamakan adalah yang akan membangkitkan rasa ingin tahu dari pemahaman.
c. Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
d. Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapi, penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjutnya.
Dalam evaluasi, kurikulum humanistic berbeda dengan yang biasa. Model lebih mengutamakan proses dari pada hasil. Kalau kurikulum yang biasa terutama subjek akademis mempunyai kriteria pencapaian, maka dalam kurikulum humanistik tidak ada kriteria. Sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. Kegiatan yang mereka lakukan hendaknya bermanfaat bagi siswa. Kegiatan belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman yang akan membantu para siswa memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Penilaian bersifat subjektif baik dari guru maupun para siswa.








Daftar Pustaka

Sukmadinata, Nana Syaodih Prof. Dr. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
hanckey.pbworks.com/f/model+konsep+kurikulum+(7).
http://www.slideshare.net/papih/pengembangan-kurikulum

No comments:

Post a Comment